Jakarta, harianperistiwa.com – DPR RI menggelar rapat paripurna dengan agenda pembahasan revisi UU MD3 (MPR-DPR-DPD-DPRD) dan UU KPK.
Rapat yang berlangsung sekitar 15 menit dimana Peserta rapat paripurna yang berjumlah sekitar 56 anggota langsung menyetujui dua RUU tersebut dalam waktu singkat.
Pembahasan tersebut Yakni, tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang MPR, DPR, dan DPD, DPRD, disetujui menjadi usul DPR RI.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo sudah mengirim surat yang berisi nama 10 calon pimpinan (Capim) KPK ke DPR.
Setelah dibahas pada Rapat Badan Musyawarah (Bamus), dibawa ke paripurna untuk disahkan.
Selanjutnya, Komisi III DPR menggelar uji kepatutan dan kelayakan terhadap 10 nama tersebut.
Kemudian DPR akan menyaring lima nama yang akan menjadi pimpinan KPK periode 2019-2023.
Berikut 10 nama yang merupakan hasil seleksi Panitia Seleksi (Pansel) Capim KPK :
1.Alexander Marwata, Komisioner KPK
2. Firli Bahuri, Anggota Polri
3. I Nyoman Wara, Auditor BPK
4. Johanis Tanak, Jaksa
5. Lili Pintauli Siregar, Advokat
6. Luthfi Jayadi Kurniawan, Dosen
7. Nawawi Pomolango, Hakim
8. Nurul Ghufron, Dosen
9. Roby Arya B, PNS Sekretariat Kabinet
10. Sigit Danang Joyo, PNS Kementerian Keuangan.
Anggota komisi II DPR, Irjen Pol (Purn) Eddy Kusuma Wijaya, menilai dari 10 nama Capim KPK tersebut masing-masing punya kelebihan.
Namun, masih banyak saja isu yang berkembang dan menganggap bahwa Capim KPK ini banyak masalah dari rekam jejak.
Seperti LSM, maupun pegawai KPK sendiri melakukan kritik secara terbuka nah, ini tidak benar,” kata Eddy, di Gedung Nusantara I, kompleks DPR, Senayan, Jakarta, Kamis (5/9).
Selain bisa mempengaruhi Pansel, bisa juga mempengaruhi dan membentuk opini,” ujarnya.
Padahal Pansel sudah diberikan tugas untuk menyeleksi Capim KPK dan diserahkan ke presiden, kemudian presiden menyerahkan ke DPR untuk di fit and proper test oleh Komisi III DPR.
Adapun dalam perjalanan KPK ini, saya melihat memang banyak masalah. Terutama waktu dibentuknya pansus angket KPK.
Banyak terkesan tebang pilih dalam melakukan penegakan hukum tindak pidana korupsi. Ia melihat selain berpolitik KPK tunduk pada kelompok-kelompok tertentu.
KPK harus independen, bergerak menegakkan hukum sesuai dengan undang-undang yang berlaku. Tidak terpengaruh dengan kelompok tertentu dan betul-betul independen.
Dalam penegakan hukum, KPK mestinya berkoordinasi dengan instansi-instansi penegak hukum lainnya.
Melakukan supervisi serta melibatkan Polri, PPATK, kejaksaan serta masyarakat dalam pencegahan korupsi.
Kalau ini dilakukan maka menurut Eddy korupsi bisa tercegah atau hilang. Ia bahkan menilai selama OTT yang dilakukan KPK, korupsi bukannya hilang malah makin menggurita.
Mantan wakil pansus angket KPK itu berharap, mudah-mudahan Capim KPK yang terpilih nanti bisa betul-betul kredibel dalam menangani tindak pidana korupsi dan independen,” tambahnya.
Penulis : Indra
Editor : Agus N